Loro Pangkon: Sebuah Warisan Budaya Pernikahan Jawa Kaya Makna yang mulai terdegradasi Modernitas

 

https://www.kampungadat.com/2024/07/loro-pangkon-sebuah-warisan-budaya.html
Prosesi injak telur dalam tradisi pernikahan Loro Pangkon

A : “Assalamualaikum.”

B : “Waalaikumsalam. Teja-teja sulaksana, tejane wong anyar katon. Ilang tejane cumlorot saksada lanang, jumleger kari menungsane. Dherek niku sinten namine?”

A : “Nami kula Pak Cukup, yogane Pak Turah. Tegese cukup sing disandang lan dipangan nganti turah-turah.”

B : “Lha sampeyan niki saking pundi pinangkane?”

A : “Kula saking Suralaya Adilinuwih. Sura tegese wani, laya pati, adi bagus, linuwih samubarang kalire. Lajeng panjenengan menika sinten, lan niki dusun pundi?”

B : “Nami kula Darmojulig. Darmo niku temen, Julig niku duta perwakilan, lan niki dusun Karang Kadempel. Tebih saking Suralaya dumugi Karang Kadempel mriki, menapa ingkang sampeyan padosi, Dhik?”

A : “Madosi griyane mbok rondo sing gadhah petetan pitik dara, aran Sekar Jaya Mulya, ingkang dereng rontok sarine.”

B : “Lha nggih niki Dhik, sing sampeyan padosi. Cocok nggih niki.”

A : “Niku jenenge mapan kabeneran, dapur kaleresan.”

B : “Wonten paribasane, tumbu oleh tutup, bantal oleh guling. Tebih saking Suralaya, liwat dalan pundi sampeyan wau, Dhik?

Percakapan diatas adalah, sepotong percakapan yang dilakukan pada prosesi temu dalam pernikahan Jawa, yang mana dewasa ini, sangat jarang kita temui di prosesi pernikan di sekitar kita. Tradisi yang sangat elok untuk terus dilestarikan dan dikembangkan sebagai bagian dari pemanfaatan objek pemajuan kebbudayaan seperti yang telah di amanahkan Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan No. 5 tahun 2017.  Percakapan diatas biasanya disebut Loro Pangkon. Namun begitu, ada beberapa pendapat bahwa Loro Pangkon adalah seluruh jalannya ritual dalam pernikahan itu yang disebut Loro Pangkon. Di dalam tulisan ini, dan dengan minimnya pengetahuan penulis berupaya untuk mencoba mengemukakan norma-norma tradisi yang ada dalam tradisi Loro Pangkon, berdasar obrolan dengan beberapa sesepuh di dusun Busu, dan sesepuh di Jabung.

Perjumpaan penulis dengan Tradisi Loro Pangkon ini, saat menetap dan tinggal di di Dusun Busu, Desa Slamparejo, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang. saat itu, pertama kali penulis merasa takjub dan semangat dalam mengikuti pernikahan, dikarenakan pernikahan kawan yaitu Kholis pada bulan desember tahun 2019 yang lalu dilangsungkan dengan membawakan adat tradisi jawa dengan Loro Pangkon.

Meski tradisi ini masih banyak dilestarikan di beberapa daerah, terutama di Jawa Timur, namun saat ini, sepengetahuan penulis tradisi Loro Pangkon sudah tidak banyak dipakai dalam resepsi pernikahan di masyarakat Malang, terutama di perkotaan.

Selain prosesi pernikahan menjadi Panjang, biaya untuk melangsungkan prosesi Tradisi Loro Pangkon ini akan mahal ditanggung keluarga mempelai. Namun berbeda bila resepsi pernikahan ini mendapat dukungan warga tetangga atau kerabat, maka ritual Loro Pangkon akan berjalan sangat sakral dan membawa kebahagiaan bagi mempelai dan keluarga karena masyarakat akan ikut andil membantu kelancaran prosesi Loro Pangkon ini.

Meski mulai banyak di tinggalkan, untuk di ketahui bahwa Tradisi ini memiliki makna filosofis yang sangat mendalam dan sarat akan nilai-nilai budaya Jawa, yang bisa menjadi pembelajaran norma-norma Bagai kita, maupun generasi muda saat ini.


https://www.kampungadat.com/2024/07/loro-pangkon-sebuah-warisan-budaya.html
Cak Min memegang Replika Ayam Jago dalam tradisi Loro Pangkon


Arti dan Makna Loro Pangkon

Loro Pangkon berasal dari kata "loro" yang berarti dua dan "pangkon" yang berarti pangkuan. Jadi, Loro Pangkon dapat diartikan sebagai dua pangkuan. Makna filosofisnya adalah bahwa dalam pernikahan Jawa, kedua mempelai akan duduk di dua pangkuan yang berbeda, yaitu pangkuan orang tua pengantin pria dan pangkuan orang tua pengantin wanita. Hal ini melambangkan bahwa kedua mempelai telah meninggalkan pangkuan orang tuanya dan kini memulai kehidupan baru sebagai keluarga yang mandiri.

Berikut adalah beberapa proses pelaksanaan tradisi Loro Pangkon yang saya dapati dalam pengamatan pernikahan sahabat saya Kholis.

1.      Petuk Jago/ Seserahan. Disini para pengiring yang membawa berbagai barang pecah belah, hingga bantal dan tikar, akan di sambut oleh perwakilan tuan rumah, atau perwakilan mempelai pria atau Perempuan, tergantung prosesi ini dilaksanakan dari kedua pihak. Disinilah yang menarik, dan akan menjadi tontonan warga, karena ada percakan Loro Pangkon Dimana dengan membawakan sebuah patung Ayam Jago. Prosesi ini sebagai sarat awal kedua mempelai untuk melangkah ke proses selanjutnya.

   2.  Upacara Siraman: Pengantin pria dan wanita dimandikan dengan air yang dicampur dengan                   berbagai     macam bunga dan daun-daunan. Upacara ini bertujuan untuk membersihkan diri                   dari segala kotoran     dan kesialan sebelum memasuki kehidupan pernikahan.

3. Midodareni: Pada malam hari sebelum akad nikah, pengantin pria dan wanita dipisahkan dan diasingkan di dua tempat yang berbeda. Pengantin pria biasanya diasingkan di rumah kerabat dekat, sedangkan pengantin wanita diasingkan di rumah orang tuanya. Upacara Midodareni bertujuan untuk memberikan waktu bagi kedua mempelai untuk merenungkan diri dan mempersiapkan diri secara mental sebelum menikah.

4. Akad Nikah: Pada hari akad nikah, pengantin pria dijemput oleh keluarga pengantin wanita dan diarak menuju tempat akad nikah. Sesampainya di tempat akad nikah, pengantin pria akan duduk di pangkuan ayah pengantin wanita dan mengucapkan ijab kabul. Setelah ijab kabul, pengantin pria dan wanita resmi menjadi suami istri.

5. Resepsi Pernikahan: Setelah akad nikah, biasanya diadakan resepsi pernikahan untuk merayakan pernikahan kedua mempelai. Resepsi pernikahan biasanya dihadiri oleh keluarga, kerabat, dan teman-teman kedua mempelai.

Tradisi Loro Pangkon mengandung beberapa nilai-nilai budaya Jawa yang penting, antara lain:

  • Penghormatan kepada orang tua: Tradisi ini menunjukkan rasa hormat kepada orang tua kedua mempelai yang telah membesarkan dan mendidik mereka.
  • Mengenal makna Norma pernikahan: Selain mempe
  • Kesucian pernikahan: Tradisi ini melambangkan kesucian pernikahan dan tekad kedua mempelai untuk menjalani kehidupan pernikahan dengan penuh tanggung jawab.
  • Keseimbangan: Tradisi ini melambangkan keseimbangan antara peran laki-laki dan perempuan dalam pernikahan.
  • Gotong royong: Tradisi ini menunjukkan nilai gotong royong dalam masyarakat Jawa, di mana keluarga dan kerabat bahu-membahu membantu pelaksanaan pernikahan.
https://www.kampungadat.com/2024/07/loro-pangkon-sebuah-warisan-budaya.html
Kadang, peran mereka tidak tampak (tak mau tampak) tapi dari mereka sebuah kesuksesan ritual Loro Pangkon berjalan dengan semestinya...


Yang menarik dari tradisi ini adalah Barang bawaan/Seserahan yang dibawa oleh para pengiring mempelai, dalam pengamatan penulis barang bawaan ini  menguatkan apa yang telah di wedar pada Loro Pangkon diawal pembuka prosesi pernikahan ini.  Barang bawaan ini bukan hanya sekadar benda, tetapi memiliki arti dan makna tertentu yang berkaitan dengan harapan dan doa bagi kehidupan pernikahan yang akan dijalani. Berikut beberapa contoh barang bawaan dalam tradisi Loro Pangkon:

  • Jarang Goyang: Sebuah kipas yang terbuat dari bulu ayam atau merak. Simbol ini melambangkan kesejukan dan ketenangan dalam rumah tangga.
  • Payung: Melambangkan perlindungan bagi keluarga dari segala rintangan dan bahaya.
  • Jodang dan Ongkek: Wadah yang berisi berbagai macam peralatan dapur. Simbol ini melambangkan kesiapan pengantin wanita untuk mengurus rumah tangga.
  • Bantal dan Guling: Melambangkan keharmonisan dan kebersamaan dalam pernikahan.
  • Uang: Simbol kemakmuran dan kecukupan dalam kehidupan pernikahan.
  • Makanan Tradisional: Biasanya berupa jajanan pasar dan kue-kue tradisional yang melambangkan kesuburan dan kelimpahan.
  • Cok Bakal/Ubo Rampe: Sesaji yang dipersembahkan kepada leluhur sebagai bentuk penghormatan dan doa restu.
  • Hasil Bumi: Berbagai macam hasil bumi seperti padi, jagung, dan buah-buahan melambangkan kesuburan dan kelimpahan rezeki.
  • Uang Sumbangan: Simbol gotong royong dan kepedulian keluarga dalam membantu kelancaran pernikahan.

Tradisi Loro Pangkon saat ini sudah jarang dilakukan dalam pernikahan-pernikahan di wilayah perkotaan, meski masih ada yang melestarikan dengan menampilkan tradisi ini oleh beberapa masyarakat, terutama di pedesaan. Namun, dengan modernisasi dan globalisasi, tradisi ini mulai mengalami beberapa perubahan. Diantara bentuk perubahan tradisi ini bis akita lihat dalam Upacara Midodareni yang dulunya bisa berlangsung selama beberapa hari, kini hanya dilakukan selama beberapa jam. Pengantin Jawa saat ini tidak lagi selalu menggunakan busana pengantin tradisional, tetapi juga menggunakan busana modern seperti gaun pengantin dan jas.Beberapa prosesi pernikahan Jawa yang rumit dan memakan waktu, seperti prosesi panggih pengantin, saat ini mulai disederhanakan.

Meskipun mengalami beberapa perubahan, tradisi Loro Pangkon tetap menjadi salah satu bagian penting dalam budaya pernikahan Jawa. Tradisi ini merupakan warisan budaya yang perlu dilestarikan dan dijaga agar tidak punah. Melestarikan tradisi ini berarti menjaga warisan budaya leluhur dan menanamkan nilai-nilai luhur dalam kehidupan pernikahan.

 

 

0 Comments:

Posting Komentar