Desa Jabung adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang. Namanya mungkin terdengar sederhana, tetapi sejarah di baliknya ternyata menyimpan dua versi cerita yang berbeda. Mana yang benar? Itu semua kembali pada kepercayaan masing-masing.

Informasi tentang sejarah nama Jabung berasal dari beragam sumber:

dari kisah turun-temurun para sesepuh desa, hasil kajian para arkeolog, hingga penafsiran dari Prasasti Kajabung yang menjadi artefak penting.
https://www.kampungadat.com/2025/08/jejak-asal-usul-nama-jabung-antara-prasasti-kitab-dan-cerita-sesepuh.html

Versi dari Prasasti Kajabung

Dalam bahasa Indonesia, “Kajabung” diartikan sebagai mengambil kesempatan atau menunggu di suatu tempat. Dalam bahasa Jawa, istilah ini sepadan dengan kata nyanggong—menunggu atau menghadang, bahkan bisa berarti menunggu gerombolan pengacau lewat. Makna ini disimpulkan dari penafsiran prasasti yang kemudian dipadukan dengan cerita lisan dari para tetua desa.

https://www.kampungadat.com/2025/08/jejak-asal-usul-nama-jabung-antara-prasasti-kitab-dan-cerita-sesepuh.html

Versi dari Kitab Paseban Yuda

Pendapat lain datang dari arkeolog sekaligus dosen Universitas Negeri Malang, Dwi Cahyono. Menurutnya, kata Jabung berasal dari istilah Jebing, yang ditemukan dalam Kitab Paseban Yuda. Dalam catatan kuno itu, Jabung disebut sebagai nama sebuah kepatihan yang sudah ada sejak tahun 760 Masehi.

Versi Cerita Sesepuh

Lain halnya dengan kisah yang diceritakan Mbah Giran, salah satu sesepuh masyarakat setempat. Menurutnya, pada masa penjajahan, Jabung adalah markas penting para penjajah karena lokasinya menjadi jalur penghubung antarwilayah kekuasaan. Dari sinilah muncul dugaan bahwa kata “Jabung” adalah singkatan dari Jajah (penjajah) dan Hubung (penghubung).

  • sejarah Desa Jabung
  • asal-usul Desa Jabung Malang
  • sejarah nama Jabung
  • Prasasti Kajabung
  • Kitab Paseban Yuda
  • cerita sesepuh Desa Jabung


Dari berbagai versi ini, kita melihat bahwa asal-usul nama Jabung adalah mosaik sejarah yang terbentuk dari catatan kuno, prasasti, dan cerita rakyat. Mana yang paling benar? Biarlah waktu, bukti, dan keyakinan pribadi yang menjawabnya.



Sumber : www.wearemania.net

Indonesia adalah negeri kaya budaya, bahasa, dan tradisi. Salah satu bukti kekayaan budaya tersebut adalah kampung adat. Kampung adat bukan sekadar permukiman, tetapi juga simbol kearifan lokal dan harmoni antara manusia dan alam. Keberadaannya menjadi saksi hidup warisan leluhur yang terus dijaga hingga kini.

✅ Apa Itu Kampung Adat?

Kampung adat adalah sebuah wilayah permukiman masyarakat yang masih mempertahankan tradisi leluhur, mulai dari arsitektur rumah, sistem sosial, hingga ritual budaya yang diwariskan secara turun-temurun. Di kampung adat, segala aspek kehidupan berlandaskan nilai-nilai kearifan lokal dan hukum adat yang berlaku.

Ciri khas kampung adat antara lain:

  • Rumah tradisional yang khas sesuai budaya daerah
  • Struktur sosial yang masih mengacu pada adat istiadat
  • Adanya pemimpin adat (seperti ketua adat atau tetua)
  • Pelaksanaan upacara adat dan tradisi secara rutin
  • Menjaga kelestarian alam dan lingkungan sekitar

Kampung adat juga kerap dijadikan destinasi wisata budaya karena menyuguhkan pengalaman otentik yang tidak bisa ditemukan di kota-kota modern.



๐Ÿ“Contoh Kampung Adat yang Terkenal di Indonesia

Berikut ini beberapa kampung adat yang masih terjaga dan menjadi ikon budaya di Indonesia:

1. Kampung Adat Wae Rebo – Nusa Tenggara Timur

Terletak di ketinggian 1.200 mdpl, kampung ini dijuluki "desa di atas awan". Rumah tradisionalnya yang disebut Mbaru Niang berbentuk kerucut dan hanya ada tujuh bangunan utama. Wae Rebo dikenal karena arsitekturnya yang unik dan keharmonisan warganya dengan alam.

2. Kampung Adat Baduy – Banten

Suku Baduy dikenal dengan kehidupan yang menolak modernitas. Di kampung Baduy Dalam, tidak ada listrik, kendaraan, atau teknologi modern. Mereka hidup sangat sederhana dan menjaga adat leluhur dengan ketat. Pengunjung wajib menghormati aturan adat yang berlaku.

3. Kampung Naga – Tasikmalaya, Jawa Barat

Kampung ini terletak di lembah yang asri dan masih mempertahankan struktur rumah panggung dari bambu dan kayu. Meski tidak sepenuhnya menolak modernitas, masyarakat Kampung Naga tetap berpegang pada nilai adat dan kepercayaan leluhur.

4. Kampung Bena – Flores, NTT

Salah satu kampung adat tertua di Flores, Kampung Bena berada di kaki Gunung Inerie. Rumah-rumahnya berjajar rapi dengan altar batu megalitikum di tengahnya. Kampung ini menggambarkan perpaduan antara budaya megalitikum dan tradisi adat lokal.

5. Kampung Sade – Lombok, NTB

Dihuni oleh Suku Sasak, Kampung Sade terkenal karena rumah tradisionalnya yang unik dengan lantai dari tanah liat yang dilapisi kotoran kerbau agar tetap hangat dan anti serangga. Tradisi menenun dan ritual adat masih dijalankan secara rutin di sini.


✨ Pentingnya Melestarikan Kampung Adat

Kampung adat bukan hanya tentang masa lalu, tetapi juga pelajaran hidup yang relevan untuk masa kini. Mereka mengajarkan bagaimana:

  • Menjaga lingkungan secara berkelanjutan
  • Menjalani hidup dengan nilai gotong royong dan kebersamaan
  • Menghargai tradisi sebagai identitas bangsa

Melestarikan kampung adat berarti menjaga identitas budaya Indonesia yang unik dan beragam. Selain itu, kampung adat juga berpotensi menjadi destinasi wisata budaya yang mendukung perekonomian lokal.


๐Ÿ” Kata Kunci (SEO Keywords):

  • Kampung Adat Indonesia
  • Contoh kampung adat
  • Pengertian kampung adat
  • Kampung adat unik
  • Wisata budaya Indonesia
  • Tradisi dan budaya Indonesia


๐ŸŒฟ Penutup

Kampung adat adalah aset budaya yang tak ternilai. Di tengah pesatnya perkembangan zaman, kampung-kampung adat tetap berdiri teguh menjaga warisan leluhur. Mengunjungi kampung adat adalah perjalanan kembali ke akar budaya—belajar hidup lebih selaras dengan alam, tradisi, dan sesama manusia.

๐Ÿ“ธ Yuk, jelajahi kampung adat Indonesia dan rasakan kehangatan budaya nusantara!

Di tengah arus digitalisasi dan gempuran gadget yang semakin mendominasi kehidupan anak-anak masa kini, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang, justru menyimpan sebuah kehangatan tradisi yang tetap terjaga: bermain layang-layang. Mulai dari anak kecil hingga orang tua, permainan ini bukan hanya menjadi hiburan semata, tapi juga ajang silaturahmi, kolaborasi, bahkan adu strategi yang menyenangkan.
Dari Loteng Hingga Lapangan, Langit Jadi Arena Adu Kreativitas

Menjelang sore hari, langit Jabung berubah menjadi panggung warna-warni. Terlihat dari kejauhan, layang-layang berterbangan tinggi, bersaing anggun namun garang. Uniknya, banyak dari layang-layang ini diterbangkan bukan hanya dari lapangan, tetapi juga dari loteng rumah, jalan desa, hingga kebun belakang. Warga dengan semangat luar biasa memanfaatkan segala tempat demi menerbangkan layang-layang andalan mereka.

Dari Generasi ke Generasi: Kerja Sama Ayah dan Anak

Salah satu pemandangan yang mencuri perhatian adalah kebersamaan antara anak dan ayah dalam membuat, mengatur, hingga menerbangkan layang-layang. Sang ayah biasanya bertugas membuat rangka dan memasang benang gelasan (benang tajam untuk mengadu), sementara sang anak menjadi pilot di lapangan. Momen seperti ini bukan hanya soal permainan, tetapi juga sarana transfer nilai dan tradisi antargenerasi yang makin langka di era modern.

Adu Layangan dan Perburuan Layang Kalah

Permainan ini makin seru karena tidak hanya sekadar menerbangkan, tapi juga mengadu layang-layang satu sama lain—disebut "nyambit" oleh warga lokal. Layangan yang kalah dan putus benangnya akan menjadi incaran anak-anak yang berlarian mengejarnya di antara pematang sawah, pekarangan, atau bahkan hingga ke desa tetangga. Teriakan gembira dan tawa lepas terdengar nyaring, membuktikan bahwa kebahagiaan bisa sesederhana mengejar layangan jatuh.



Simbol Kehidupan Desa yang Dinamis

Fenomena ini mencerminkan betapa hidup di desa sangat menyenangkan dan penuh warna. Kebersamaan, kreativitas, dan semangat kompetisi sehat menjadi bagian dari keseharian yang jarang ditemukan di perkotaan. Layang-layang bukan hanya mainan, tapi juga simbol budaya yang menyatukan.



Jabung tak hanya dikenal sebagai desa penghasil susu dan peternakan, tapi juga sebagai penjaga tradisi langit yang mengakar kuat. Di sini, layang-layang bukan sekadar permainan – ia adalah kenangan, kebanggaan, dan bukti bahwa kebahagiaan bisa terbang tinggi bersama angin sore.




 









Karya : Mahasiswa STIKI Tahun 2018  | Iman Cs

Desa Gunung Jati adalah salah satu desa yang terletak di wilayah Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Berjarak sekitar 21 km dari pusat Kota Malang, desa ini memiliki luas wilayah 1.691,5 hektar dan dihuni oleh sekitar 3.695 jiwa.

https://www.kampungadat.com/2025/07/desa-gunung-jati-jabung-malang-pesona-alam-data-wilayah-dan-wisata-bumi-perkemahan-mbagor.html

Secara administratif, Desa Gunung Jati terbagi menjadi dua dusun, yaitu:

  • Dusun Krajan: berada di pusat desa, terdiri dari 19 RT dalam 7 RW.

  • Dusun Jatirejo: berada di wilayah pedukuhan, terdiri dari 4 RT dalam 1 RW.

Kode wilayah resmi Desa Gunung Jati adalah 35.07.17.2012.

Pembagian Luas Wilayah Desa Gunung Jati:
Keindahan Alam dan Potensi Wisata

  • Luas permukiman: 630 ha

  • Luas perkebunan: 836 m²

  • Luas kuburan: 3,5 ha

  • Luas pekarangan: 216 ha

  • Luas perkantoran: 0,5 ha

  • Luas prasarana umum lainnya: 5 ha

Secara topografi, wilayah Desa Gunung Jati berada di kawasan perbukitan dengan panorama alam yang indah, terutama saat sore hari. potensi alam dan kekayaan hayati desa ini dimanfaatkan secara optimal. potensi ini bisa mendorong pertumbuhan ekonomi lokal secara signifikan.


Salah satu destinasi wisata alam yang menonjol di desa ini adalah Bumi Perkemahan Mbagor Gunung Jati. Tempat ini menyuguhkan pemandangan hutan pinus dan mahoni yang rindang dan menyejukkan. Lokasinya sangat cocok untuk aktivitas berkemah, swafoto, atau rekreasi bersama keluarga dan teman. Ditambah lagi, akses menuju lokasi sangat mudah dan harga tiket masuk tergolong terjangkau, menjadikannya pilihan favorit bagi wisatawan lokal.

Sumber :
matic.malangkab.go.id
Wikipedia